SASI, Kearifan Lokal Masyarakat Maluku yang mulai menghilang
Kearifan lokal telah berkembang dengan sendirinya dari generasi ke generasi dan sampai sekarang warisan leluhur ini masih dijalankan di beberapa daerah di Maluku. Salah satu kearifan lokal masyarakat Maluku yang cukup terkenal adalah "Sasi"
Tapi sebelum dibahas lebih lanjut, kita perlu mengetahui apa arti sasi/ adat sasi sebenarnya ?
Sasi menurut pengetahuan masyarakat adalah “larangan” yang bersifat melindungi sesuatu atau hasil tertentu dalam batas waktu tertentu dan diberlakukan dengan tanda tertentu dan mempunyai sifat atau ketentuan hukum yang berlaku untuk umum. Tujuannya adalah konsevasi.
Secara umum dikenal dua jenis sasi. Pertama, sasi pemerintahan desa (negeri). Sasi ini dikeluarkan dan diumumkan oleh pemerintah desa, sehingga barang siapa yang melanggar sasi akan dikenakan sanksi oleh pemerintah desa. Sanksi yang dikenakan adalah denda dalam bentuk uang atau materi. Sasi jenis kedua disebut sasi gereja/mesjid. Sasi ini dikeluarkan dan diumumkan oleh pimpinan keagamaan.
Tujuan utama sasi adalah melestarikan sumberdaya alam seperti tanaman, hasil laut dan binantang buruan dimana komoditas tersebut tergolong langka dan berharga. Selain itu, sasi dipraktekkan untuk mengontrol dan membatasi keserakahan manusia dalam mengekploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
Tapi apakah adat sasi masih diberlakukan di Maluku ?
Pada beberapa daerah, mungkin sasi masih digunakan dalam hal konservasi/melindungi kekayaan dan sumberdaya alamnya. Tetapi seiring perkembangan jaman dan teknologi, istilah sasi sudah semakin jarang didengar. Bahkan banyak dari generasi "jaman now" yang tidak mengetahui tentang sasi. Apakah benar sasi sudah mulai ditinggalkan di Maluku?...
Menurut beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa Akhir-akhir ini ada gejala penurunan praktek sasi hingga 25% (Pattiselano, 2000), karena berhadapan dengan nilai kapitalisme yakni desakan kebutuhan ekonomi yang makin cepat terutama pasca kerusuhan sosial di Maluku (1999-2003).
Adanya gaya hidup yang konsumtif dapat mengikis norma-norma kearifan lokal di masyarakat secara khusus Sasi yang berada di Maluku. Perilaku manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, sangat mempengaruhi bagaimana alam diperlakukan, yaitu :
Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan alasan hilangnya budaya Sasi di Maluku.
Kearifan lokal di Maluku merupakan warisan positif dalam menjaga alam dan lingkungan. Meskipun sekrang jaman telah berubah dengan berkembangnya teknologi, namun jangan meninggalkan warisan budaya yang baik dari leluhur kita ya..... ^_^
Tapi sebelum dibahas lebih lanjut, kita perlu mengetahui apa arti sasi/ adat sasi sebenarnya ?
Sasi menurut pengetahuan masyarakat adalah “larangan” yang bersifat melindungi sesuatu atau hasil tertentu dalam batas waktu tertentu dan diberlakukan dengan tanda tertentu dan mempunyai sifat atau ketentuan hukum yang berlaku untuk umum. Tujuannya adalah konsevasi.
Secara umum dikenal dua jenis sasi. Pertama, sasi pemerintahan desa (negeri). Sasi ini dikeluarkan dan diumumkan oleh pemerintah desa, sehingga barang siapa yang melanggar sasi akan dikenakan sanksi oleh pemerintah desa. Sanksi yang dikenakan adalah denda dalam bentuk uang atau materi. Sasi jenis kedua disebut sasi gereja/mesjid. Sasi ini dikeluarkan dan diumumkan oleh pimpinan keagamaan.
Tujuan utama sasi adalah melestarikan sumberdaya alam seperti tanaman, hasil laut dan binantang buruan dimana komoditas tersebut tergolong langka dan berharga. Selain itu, sasi dipraktekkan untuk mengontrol dan membatasi keserakahan manusia dalam mengekploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
Tapi apakah adat sasi masih diberlakukan di Maluku ?
Pada beberapa daerah, mungkin sasi masih digunakan dalam hal konservasi/melindungi kekayaan dan sumberdaya alamnya. Tetapi seiring perkembangan jaman dan teknologi, istilah sasi sudah semakin jarang didengar. Bahkan banyak dari generasi "jaman now" yang tidak mengetahui tentang sasi. Apakah benar sasi sudah mulai ditinggalkan di Maluku?...
Menurut beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa Akhir-akhir ini ada gejala penurunan praktek sasi hingga 25% (Pattiselano, 2000), karena berhadapan dengan nilai kapitalisme yakni desakan kebutuhan ekonomi yang makin cepat terutama pasca kerusuhan sosial di Maluku (1999-2003).
Adanya gaya hidup yang konsumtif dapat mengikis norma-norma kearifan lokal di masyarakat secara khusus Sasi yang berada di Maluku. Perilaku manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, sangat mempengaruhi bagaimana alam diperlakukan, yaitu :
- Perilaku yang ramah lingkungan, di mana pun manusia memperlakukan alam dengan arif dan bijaksana, sehingga mereka cenderung memelihara dan memperbaiki lingkungan.
- Perilaku yang tidak ramah lingkungan adalah sebaliknya, di mana manusia memperlakukan alam dengan tidak memperhatikan kaidahkaidah pelestarian alam, sehingga cenderung merusak dan mengabaikan (Renjaan et al., 2013).
Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan alasan hilangnya budaya Sasi di Maluku.
- Adanya perubahan sistim pemerintahan desa terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat di pedesaan Maluku. Dengan berbagai kebijakan pemerintahan pusat melalui beberapa Undang-Undang pemerintahan daerah selama ini, memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan tatanan kelembagaan masyarakat di pedesaan khususnya sistim pemerintahan desa yang berdampak pula terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di pedesaan Maluku (Pical, 2008). Menurut Pical (2008) Hilangnya sasi antara lain disebabkan karena perubahan struktur pemerintahan desa akibat pemberlakuan UU No.5 Tahun 1979 dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan desa. Namun dari hasil di atas menunjukkan bahwa walaupun telah terjadi pergantian rezim pemerintahan desa selama ini namun sasi laut sebagai bentuk pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat masih tetap ada sampai saat ini. Keberadaan sasi laut ini tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat desa setempat. Novaczek et al (2001 dalam Pical, 2008) menyatakan bahwa, sebagai suatu pranata, sasi tidak statis tetapi mengalami perubahan sesuai waktu. Sasi dan budaya adat sangat mudah dipengaruhi dan lemah dari waktu ke waktu yang mencerminkan dampak dari kolonialisme, peperangan, perkembangan ekonomi dan perubahan sosial.
- Pertambahan Penduduk. Pertambahan Penduduk. Penduduk yang bertambah terus setiap tahun menghendaki penyediaan sejumlah kebutuhan atas “pangan, sandang dan papan (rumah)”. Sementara itu ruang muka bumi tempat manusia mencari nafkah tidak bertambah luas. Perluasan lapangan usaha itulah yangpada gilirannya menyebabkan eksploitasi lingkungan secara berlebihan dan atau secara liar (Baharudin, 2012)
- Tidak tegasnya lembaga pengawas sasi dalam hal ini kewang untuk menjalankan sasi pada wilayah di daerah Maluku. Sudah banyak peraturan perundangan yang telah dibuat berkenaan dengan pengelolaan lingkungan dan khususnya dalam masyarakat adat dalam hal ini sasi, namun im-plementasinya di lapangan seakan-akan tidak tampak. Lemah dan tidak jalannya sangsi atas pelanggaran dalam setiap peraturan yang ada memberikan peluang untuk terjadinya pelanggaran, hal ini juga yang menjadi salah satu faktor tidak berjalannya sasi di daerah Maluku.
- Tidak merakyatnya pengetahuan tentang adat di Maluku. Saat ini pengetahuan mengenai sasi hanya diketahui oleh segelintir orang yang terlibat dalam ssitem adat tersebut.
- Kurangnya kesadaran masyarakat. Kesadaran sebagian besar warga masyarakat yang rendah terhadap pentingnya pelestarian lingkungan/hutan dan nilai-nilai kearifan lokasl merupakan satu hal yang menyebabkan hilangnya sasi di wilayah Maluku. Rendahnya kesadaran masyarakat ini disebabkan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang lingkungan hidup yang memadai.
Kearifan lokal di Maluku merupakan warisan positif dalam menjaga alam dan lingkungan. Meskipun sekrang jaman telah berubah dengan berkembangnya teknologi, namun jangan meninggalkan warisan budaya yang baik dari leluhur kita ya..... ^_^